Suku bangsa melayu riau adalah penduduk
provinsi riau yang secara historis sebenarnya adalah hasil pembauran lama antara
bans melayu tua (proto melayu) yang mula mula mendiami daerah ini dengan suku
bangsa melayu muda (deutro melayu) yang datang kemudian ,mendiami daerah pantai
dan tepian sungai besar dan kecil .Didaerah ini suku melayu riau merupakan
pendukung kebudayaan melayu ,yang sebelumnya juga dipengaruhi agama budha
,hindudn yng paling akhir agama islam dari kerajaan – kerajaan yang terdapa
didaerah ini antara lain kerajaan riau lingga,kerajaan siak sri
indrapura,kerjaan indrgiri,kerjaan pelalawan dan lainnya.<!--more-->
Mata pencaharian utama penduduk adala berburu
,nelayan,dan bertani dengan menggunakan peralatan tradisional seperti
kail,pancing jalapukat,bubu,togok,klong.Petani menggunakan cangkul,parang
,kapak,tajakHasil dari tangkapan nelayan dijual dan untuk dimakan sebagai
ambahan nasi atau sagu.Petani menghasilkan karet,kalapa dan buah-buahan.
Bangunan asli masyarakat melayu riau umumnya
terbuat dari kayu dan nibung yang
disesuaikan dengan keadaan alamnya karena bahan mudah diperoleh ,engan
beratapkan daun rumbia, nipah,dan daun pandan.Bentuk rumahnya bertiang guna
untuk menghindari pasang surut air dan menghindarkan dari gangguan bnatang bas
dengan atapnya berbentuk limas ,lipat kajang atau bumbung panjang dan diatasnya
biasana ditekan dengan belahan nibung
atau anyaman jaring ,untuk menjaga keselamatan dari tiupan angin.
Sistem
kekerabatan orag melayu adalah garis ayah.masyarakat yang disebut suku
melayu riau adalah orang yang hdup didaerah Riau,beragama islam,berbahasa
melayu dan beradat istiadat melayu.
Pencaharian pokok penduduk adalah bertani dan
nelayan. Pertanian utama adalah padi ladang, sawah pasang surut, perkebunan
karet, kelpa, sagu, buah-buahan dan palawijaya. Sebagai nelayan, mereka
menangkap ikan, baik ikan air asin, maupun ikan air tawar disungai-sungai
besar. Sebagaian besar masih menggunakan alat-alat dan sistem radisional, maka
hasilnya sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Karena kebutuhan
hidup makin meningkat, sejalan dengan tuntutan zaman, maka pendapatan demikian
tidak mengimbanginya. Oleh sebab itu terjadilah kemiskinan, yang mengakibatkan
terjadinya pergesaran nilai-nilai dalam kebudayaan masyarakat Melayu Riau.
Dahulunya untuk mengerjakan ladang, kebun,
mendirikan rumah dan sebagainya masyarakat mengutamakan pekerjaan gotong
royong, yang disebut dengan bersolang,
berpiari, batobo, serta betayan. Tetapi kerena kehidupan ekonomi mereka semakin
sulit, maka mereka cenderung untuk mencari keuntungan dari pekerjaannya itu,
sehingga terjadilah upah mengupah, walaupun sebagian daerah upah mengupah itu
belumlah secara komersial penuh, tetapi masi bersifat kekeluargaan yang disebut
dengan” upah serayah”. Tetapi gejala kearah komersial itu sudah mulai tumbuh
dan berkembang.
Pengaruh
kehidupan ekonomi semakin hari makin
sulit itu, menyebabkan kemampuan
masyarakat untuk menyediakan pakaian adat tradisional dengan hiasan serta
kelengkapannya semakin terbatas pula. Kalau dahulunya masyarakat biasapun dapat
membuatnya, sekarang hanyalah sebagian kecil saja yang mampu mengadakannya ;
dipakai waktu upacara adat perkawinan dan sebagainya. Keadaan ini mengakibatkan
banyak pakaian adat tradisional ini tidak dibuat dan kemungkinan besar pada
akhirnya akan hilang dan tidak dikenal lagi dalam masyarakat. Oleh sebab itulah
kalau memakai pakaian adat tradisional ini disebut untuk melakukan kegiatan
kesenian dalam hal menari,main sandiwara, atau main,tonil,bangsawan dan
sebagainya.
Walaupun didaerah Riau berbagai usaha pemerintah
untuk meningkatkan taraf kehidupan
penduduk,namun hasilnya belum memadai,karena penduduk masih terikat kepada pol
kehidupan tradisionalnya.Peremajaan kebun telah dilakukan di beberapa daerah,
tetapi hasilnya belum memadai. Ladang berpindah masih dilakukan penduduk
terutama didaerah pedalaman. Nelayan masih menggunakan peralatan tradisional,
hal ini menyebabkan kalah saing dengan pengusaha yang menggunakan peralatan
modern. "Dea Kahfi"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar